February 21, 2012

Outline atau Kerangka Cerita

Masih ingat ketika baru pertama menulis dulu. Semangat yang menggebu memang bagus untuk menulis sebuah cerita. Hmm..itu saya lakukan. Saya mencoba menulis sebuah cerita, ingin mencoba mengirimkannya pada satu majalah. Berbekal semangat yang tinggi saya langsung siap-siap (bukan siap-siap makan loh hehe, biar enggak serius yang baca).


Ketika ide muncul, saya langsung menuliskannya menjadi sebuah cerita. Semangat yang berlebih membuat huruf demi huruf bermunculan begitu saja. Maksud hati ingin membuat naskah tiga halaman, eh jadinya malah tujuh halaman. Tentu saja saya senang karena cerita itu sudah selesai. Lalu saya ingat, naskah yang diinginkan hanya tiga halaman saja. Lalu saya baca lagi naskah itu. Ternyata memang banyak kalimat yang melebar. Kalimat itu beranak pinak, bersayap sehingga tulisan mengembang. Ingin nulis 'kota A' malah jadi mampir di 'kota B' dan berhenti di 'kota C.' Ampun, tulisan jadi enggak sesuai dengan ide pertama yang muncul. He he he, akhirnya dengan susah payah, saya memangkas tulisan yang tidak efektif itu. Kalimat yang melebar dan keluar dari tema cerita dipenggal habis-habisan. Wuuah ...bikin bete tentunya. Kerja jadi dua kali. Berdasarkan bete, kesal itulah, akhirnya saya mulai belajar membuat kerangka cerita. Outline cerita dibuat dulu (tidak detail tak apa-apa, agar tulisan tidak terlalu melenceng dari jalur tema yang akan kita tulis). Sejak itu tulisan saya mulai terarah, tidak keluar jalur lagi (hehe kaya kereta aja). Kerangka cerita sangat membantu saya untuk menulis lebih terarah dan rapi. Semoga bermanfaat...

No comments:

Post a Comment